KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia Nya,
kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini tentang Radha’ah,
Lia’an dan Khulu’ sebagai salah satu tuga Mata Kuliah Al – qur’an.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen dan teman-teman yang telah memberikan
dukungan serta memberikan petunjuk dalam menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
teman-teman. Amin…
September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab suci ummat Islam yang
diwahyukan Allah kepada Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril. Secara
harfiah Qur’an berarti bacaan. Namun walau terdengar merujuk ke sebuah
buku/kitab, ummat Islam merujuk Al-Qur’an sendiri lebih pada kata-kata atau
kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya sebagai hasil cetakan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an disampaikan
kepada Muhammad melalui malaikat Jibril. Penurunannya sendiri terjadi secara
bertahap antara tahun 610 hingga hingga wafatnya beliau 632 M. Walau Al-Qur’an
lebih banyak ditransfer melalui hafalan, namun sebagai tambahan banyak pengikut
Islam pada masa itu yang menuliskannya pada tulang, batu-batu dan dedaunan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an yang ada saat ini
persis sama dengan yang disampaikan kepada Muhammad, kemudian disampaikan lagi
kepada pengikutnya, yang kemudian menghapalkan dan menulis isi Al Qur’an
tersebut. Secara umum para ulama menyepakati bahwa versi Al-Qur’an yang ada
saat ini, pertama kali dikompilasi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan
(khalifah Islam ke-3) yang berkisar antara 650 hingga 656 M. Utsman bin Affan
kemudian mengirimkan duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru
kekuasaan Islam pada masa itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu
dimusnahkan untuk keseragaman.
Al-Qur’an memiliki 114 surah , dan sejumlah 6.236
ayat (terdapat perbedaan tergantung cara menghitung). Hampir semua Muslim
menghafal setidaknya beberapa bagian dari keseluruhan Al-Qur’an, mereka yang
menghafal keseluruhan Al-Qur’an dikenal sebagai hafiz (jamak:huffaz).
Pencapaian ini bukanlah sesuatu yang jarang, dipercayai bahwa saat ini terdapat
jutaan penghapal Al-Qur’an diseluruh dunia. Di Indonesia ada lomba Musabaqah
Tilawatil Qur’an yaitu lomba membaca Al-Qur’an dengan tartil atau baik dan
benar. Yang membacakan disebut Qari (pria) atau Qariah (wanita).
Muslim juga percaya bahwa Al-Qur’an hanya berbahasa
Arab. Hasil terjemahan dari Al-Qur’an ke berbagai bahasa tidak merupakan
Al-Qur’an itu sendiri. Oleh karena itu terjemahan hanya memiliki kedudukan
sebagai komentar terhadap Al-Qur’an ataupun hasil usaha mencari makna
Al-Qur’an, tetapi bukan Al-Qur’an itu sendiri.
Hadits
(bahasa Arab: الحديث, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan
perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam
memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur’an. Hadits
secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam
istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku
dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna,
sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan
(sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang
dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata
infinitif, maka kata tersebut adalah kata benda.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Al-Qur’an dan As-sunnah
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya
melalui perantara Malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin
Abdullah dengan lafaz yang berbahasa Arab dan makna-maknanya yang benar untuk
menjadi hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasulullah, menjadi
undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya, dan menjadi qurbah
dimana mereka beribadah dengan membacanya.[1]
Al-Qur’an adalah yang himpunan antara tepian lembar mushhaf
yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutupi dengan surat An-Nas yang
diriwayatkan secara mutawatir, baik secara tulisan maupun lisan, dan dari
generasi ke generasi dan tetap terpelihara dari perubahan dan penggantian apapun.
Diantara keistimewaan Al-Qur’an adalah bahwa lafazhnya dan
maknanya berasal dari Allah, lafazh Al-Qur’an yang berbahasa Arab itulah yang
diturunkan oleh Allah ke dalam hati Rasulullah, dari keistimewaan ini maka
bercabanglah :
a) Makna-makna yang diilhamkan Allah
kepada Rasul-Nya namun lafaznya tidak dia turunkan kepadanya, tetapi rasul
sendiri yang mengungkapkan dengan lafazhnya terhadap sesuatu yang diilhamkan
kepadanya, tidaklah dianggap termasuk dari Al-Qur’an dan hukum-hukum Al-Qur’an
tidak berlaku padanya.
b)
Menafsirkan sebuah surat atau ayat Al-Qur’an dengan lafazh
arab yang merupakan sinonim bagi lafazh-lafazh Al-Qur’an dan menunjukkan
terhadap pengertian yang ditunjuki oleh lafazh-lafazh Al-Qur’an tidaklah
dianggap Al-Qur’an meskipun penafsiran itu sesuai dengan dalalah sesuatu yang
ditafsiri karena sebenarnya Al-Qur’an merupakan lafazh-lafazh yang berbahasa
Arab yang khusus diturunkan dari sisi Allah.
c) Penerjemahan sebuah surat atau ayat
ke dalam bahasa asing yang bukan bahasa Arab tidak dianggap sebagai Al-Qur’an.
As-Sunnah
menurut istilah syara’ adalah sesuatu yang datang dari Rasulullah baik berupa
perkataan, perbuatan ataupun ketetapan. Sedangkan mnurut ahli Ushul Fiqh mendefiniskan Assunnah secara terminologis
ialah Segala sesuatu yang bersumber adri Nabi Muhammad SAW selain Al Qur’anul
Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir yang dapat dijadikan
sebagai dasar menetapkan hukum syara’.[2]
كُاُّ
مَاصُدِرَغَنِ النَّبِيْ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَوْلٍ أَوْفِعْلٍ
أَوْتَقْرِيْرٍمِمَّايَصْلَحُ أَن يَّكُوْنَ دَلِيْلًا لِحُكْمِ شَرْعِيْ
Hadis adalah semua yang bersumber dari Nabi,
baik perkataan, perbuatan dan ketetapan yang dapat di jadikan dalil hukum
syarak.
a) Sunnah Qauliyah ialah :
hadist-hadist Rasulullah SAW yang beliau katakan dalam berbagai tujuan konteks.
b) Sunnah Fi’liyah ialah : perbuatan-perbuatan
Rasulullah SAW sebagaimana tindakannya menunaikan shalat 5 waktu dengan
cara-caranya dan rukun-rukunnya, perbuatannya melaksanakan manasik haji
putusannya dengan berdasarkan seorang saksi dan sumpah dari pihak pendakwa.
c) Sunnah Taqririyah ialah : sesuatu
yang timbul dari sahabat Rasulullah SAW yang telah diakui oleh Rasulullah SAW,
baik berupa ucapan maupun perbuatan, pengakuan tersebut adakalanya dengan sikap
diam dan tidak adanya keingkaran beliau atau dengan adanya persetujuan dan
adanya pernyataan penilaian terhadap perbuatan itu.[3]
Sunnah
berfungsi sebagai penjelas terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Dalam kedudukannya sebagai penjelas itu kadang-kadang sunnah itu menetapkan
sendiri hukum diluar apa yang ditentukan Allah dalam Al-Qur’an. Kedudukannya
sebagai dalil atau sumber bayani, yaitu sekedar menjelaskan hukum Al-Qur’an
tidak ragu lagi, karena memang untuk itu Nabi ditugasi Allah. Dalam
kedudukannya sebagai sumber yang berdiri sendiri sebagai sumber kedua dengan
arti menetapkan sendiri hukum diluar yang tersebut dalam Al-Qur’an,
dipertanyakan oleh ulama Ushul Fiqh. keraguan yang ada ini kemudian perlu
ditambah oleh sunnah.
Fungsi
sunnah yang utama adalah untuk menjelaskan Al-qur’an. Hal ini sesuai dengan
penjelasan Allah dalam surat An-Nahl ayatt 64 . dengan demikian bila Al-qur’an
disebut sebagai sumber yang asli bagi hukum Islam, maka sunnah berfungsi
sebagai sumber bayani. Dari segi kekuatan periwayatan ini sunnah terbagi kepada
tiga macam yakni sunnah mutawatir, sunnah masyur dan sunnah ahad.
Isi kandungan alquran secara garis
besar adalah Aqidah,
Ibadah, Akhlak, Hukum, Sejarah & Dorongan Untuk Berfikir.
Al-Quran adalah kitab suci agama islam
untuk seluruh umat muslim di seluruh dunia dari awal diturunkan hingga waktu
penghabisan spesies manusia di dunia baik di bumi maupun di luar angkasa akibat
kiamat besar.
Di dalam surat-surat dan ayat-ayat alquran terkandung
kandungan yang secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok
atau hal utama beserta pengertian atau arti definisi dari masing-masing
kandungan inti sarinya, yaitu sebagaimana berikut ini :
1. Aqidah / Akidah[4]
Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai
kepercayaan yang pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan
akidah tauhid kepada kita yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang
satu yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak. Percaya kepada Allah SWT
adalah salah satu butir rukun iman yang pertama. Orang yang tidak percaya
terhadap rukun iman disebut sebagai orang-orang kafir.
2. Ibadah
Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi
bahasa. Dari pengertian “fuqaha” ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang
dijalankan atau dkerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah
dasar dalam ajaran agama islam yakni seperti yang tercantum dalam lima butir
rukum islam. Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima waktu, membayar
zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang telah
mampu menjalankannya.
3. Akhlaq / Akhlak
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki
oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang
tercela atau akhlakul madzmumah. Allah
SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk
memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus mengikuti apa yang diperintahkanNya
dan menjauhi laranganNya.
4. Hukum-Hukum
Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau
perintah kepada orang yang beriman untuk mengadili dan memberikan penjatuhan
hukuman hukum pada sesama manusia yang terbukti bersalah. Hukum dalam islam
berdasarkan Alqur’an ada beberapa jenis atau macam seperti jinayat, mu’amalat,
munakahat, faraidh dan jihad.
5. Peringatan / Tadzkir
Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi
peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau
waa’id. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman
kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga jannah atau waa’ad. Di samping itu
ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib
dan kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.
6. Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah
Sejarah atau kisah adalah cerita
mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan akibat taat
kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami kebinasaan akibat tidak taat
atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
sebaiknya kita mengambil pelajaran yang baik-baik dari sejarah masa lalu atau
dengan istilah lain ikibar.
7. Dorongan Untuk Berpikir
Di dalam al-qur’an banyak ayat-ayat
yang mengulas suatu bahasan yang memerlukan pemikiran menusia untuk mendapatkan
manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam semesta.
Kata As-sunnah (اَلسُّنَّةٌ)
adalah bentuk mashdar (kata dasar) dari kata kerja (fi’il) سَنَّ – يَسُنُّ yang secara bahasa bermakna
jalan atau cara, yang baik maupun yang buruk. Adapun secara istilah syar’i
yaitu jalan atau cara yang telah ditempuh oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, mencakup yang wajib maupun yang mustahab. Mencakup pula urusan
akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah. Al-Imam Ibnu ‘Allan rahimahullaahu
berkata dalam kitab beliau Dalilul Falihin (2/418), ketika menjelaskan sabda
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (فعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِيْ) hadits al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallaahu
‘anhu, “Yakni caraku (cara Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
ed.) dan jalan hidupku yang lurus yang aku berada di atasnya dari segala apa
yang telah aku rinci kepada kalian. Baik hukum-hukum yang berkaitan
dengan akidah maupun amaliah yang wajib, mustahab dan selainnya.”[5]
Dengan demikian, kata As-Sunnah jika disebutkan secara mutlak dengan
konteks pujian maka yang dimaksud adalah makna secara syar’i yang umum mencakup
hukum-hukum yang terkait dengan akidah dan amaliah baik yang wajib, mustahab,
maupun mubah. Demikian pula jika disebutkan dalam sabda Rasul shallallaahu
‘alaihi wa sallam, perkataan para sahabat radhiyallahu ‘anhum
atau tabi’in. (Lihat Dharuratul Ihtimam hal. 20). Dan bukanlah makna As-Sunnah
dengan konteks di atas bermakna lawan dari wajib (apabila dikerjakan mendapat
pahala, dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa) sebagaimana pengertian
As-Sunnah menurut ahli fiqih.
Hal ini sebagaimana dijelaskan
oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaahu dalam Fathul Bari (10/341),
“Telah tetap bahwa lafazh As-Sunnah yang ada di dalam hadits bukan bermakna
lawan dari wajib.” Beliau juga berkata ketika menjelaskan hadits:
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فلَيْسَ
مِنِّيْ
“Barang siapa yang membenci sunnahku, maka ia
bukan dari golonganku.” (Muttafaq ‘alaihi)
“Yang
dimaksud dengan lafazh Sunnah di sini adalah jalan atau cara, bukan lawan dari
wajib.”
Oleh karena itu, wajib bagi kaum muslimin
memahami ini dengan benar, karena di sana ada sebagian orang yang memaknakan
kata As-Sunnah secara mutlak, yaitu lawan dari wajib. Jika dikerjakan mendapat
pahala dan jika ditinggal tidak berdosa. Sehingga mereka bermudah-mudahan
meninggalkan As-Sunnah yang mustahab dan bahkan yang wajib. Allahul musta’an.
Setelah kita mengetahui
definisi As-Sunnah yang benar, maka perlu kita ketahui bagaimana kedudukan
As-Sunnah terhadap Al-Qur`an.
Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah menjelaskan dalam
banyak ayat-Nya yang mulia, demikian pula Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam sendiri telah menjelaskan tentang kedudukan As-Sunnah terhadap
Al-Qur`an. Di antaranya:
a. Sebagai
fungsi untuk menetapkan dan menguatkan Al Qur’an. Sehingga akan didapati hukum
yang memiliki dua sumber sekaligus, yaitu dalil yang terdapat dalam Al Qur’an
dan dalil penguat yang terdapat dalam hadits nabi saw.
b. Memberikan
perincian atau menjelaskan penafsiran ayat-ayat Al Qur’an yang bersifat mujmal
(umum), atau memberikan taqyid (syarat) terhadap hal-hal yang muthlaq dalam Al
Qur’an, atau memberikan takhshih (pengkhususan) terhadap ayat Al Qur’an yang
‘am (umum).
“Dan
Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (An Nahl:
44)
Maka
akan didapati penjelasan tentang tata cara shalat, membayar zakat, ibadah
hajji, dan sebagainya dalam hadits-hadits Nabi saw.
c. Menetapkan
hukum yang tidak didapati dalam Al Qur’an.
Dalam al hadits telah
termaktub ajaran yang bersifat:
·
Universal (syumuliyah),
yaitu mencakup seluruh lapangan kehidupan manusia beserta dimensinya: ruh/hati,
akal dan jasadnya serta dalam dimensi waktu: dahulu, kini ataupun mendatang,
juga petunjuk hubungan vertikal (Allah swt) dan horisontal yaitu alam seisinya.[6]
·
Berimbang antara
kebutuhan ruh dan tubuh, antara akal dan hati, antara dunia dan akhirat, antara
teori dan praktik, antara yang nyata dan ghaib, antara kebebasan dan tanggung
jawab, antara individu dan masyarakat, antara mengikuti dan berkreasi.
·
Mudah,
sebagaimana hadits: “Sesungguhnya Allah tidaklah mengutusku untuk menyulitkan
dan mencari-cari kesulitan, tetapi Dia mengutusku untuk mengajar dan
memudahkan” (HR Muslim)
As Sunnah adalah referensi kedua setelah Al Qur’an, ia juga merupakan sumber
petunjuk kedua yang tetap akan terpelihara. Petunjuk itu akan terus mengalir ke
dalam lapangan syari’ah, hukum dan fiqh, da’wah, pendidikan dan melandasi
seluruh sektor kehidupan manusia. Mempelajari ilmu-ilmu hadits merupakan bagian
tak terpisahkan dengan integralitas ajaran Islam. Imam Syafi’i berkata: “Demi
umurku, soal ilmu hadits ini termasuk tiang agama yang paling kokoh dan
keyakinan yang paling teguh. Tidak digemari untuk menyiarkannya selain
orang-orang yang jujur lagi taqwa”.
BAB III
PENUTUP
Dalil secara etimologis
dengan “sesuatu yang dapat memberi petunjuk kepada apa yang dikehendaki”.
Secara terminologis dalil hukum ialah segala sesuatu yang dapat dijadikan
alasan atau pijakan yang dapat dipergunakan dalam usaha menemukan dan meneapkan
hukum syara atas dasar pertimbangan yang benar dan tepat. Akan tetapi, dalam
perkembangan perkembangan pemikiran ushul fikih yang terlihat dalam kitab-kitab
ushul fikih kontemporer, istilah sumber hukum dan dalil hukum tidak dibedakan.
Mereka menyatakan bahwa apa yang disebut denagan dalil hukum adalah mencakup
dalil-dalil lain yang dipergunakan dalam istinbat hukum selain Al-Qur’an dan
As-Sunnah
Al-Qur’an merupakan
sumber utama dalam pembinaan hukum Islam. Al-Qur’an yang berasal dari kata
qara’a yang dapat diartikan dengan membaca, namun yang dimaksud dengan
Al-Qur’an dalam uraian ini ialah,”kalamullah yang diturunkan berperantakan
ruhul amin kepada Nabi Muhammad saw dalam bahasa arab, agar menjadi hujjah bagi
Rasul bahwa ia adalah utusan Allah dan agar menjadi pelajaran bagi orang yang
mengikuti petunjuknya. Menjadi ibadah bagi siapa yang membacanya, ia ditulis di
atas lembaran mushaf, dimulai dengan surah Al Fatihah dan di akhiri dengan
surah An Naas. Yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik melalui
tulisan atau bacaan dari satu generai ke generasi berikutnya. Dan terpelihara
dari perubahan dan pergantian.
Hadits merupakan segala
tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah
Al-Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan
perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan
krtik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, sulaiman. 1995. Sumber Hukum Islam. Jambi : Sinar Grafika.
Abdurachman, Asmuni. 1985. Filsafat Hukum Islam. Jakarta : Logos Wacana
Ilmu.
Karim, Syafi’i. 2001. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung : Pustaka setia.
Qattan, Manna’. 1973 . Mabahits Fi Ulumil Qur’an. Riyadh : Mansyuratul
‘Asril Hadits.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar