Kamis, 09 November 2017

makalah tentang al-qur'an dan sunnah



KATA PENGANTAR


Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia Nya, kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini tentang Radha’ah, Lia’an dan Khulu’ sebagai salah satu tuga Mata Kuliah Al – qur’an.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen dan teman-teman yang telah memberikan dukungan serta memberikan petunjuk dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin…


                                                                                            September 2016
                                                                                                Penulis


DAFTAR ISI





BAB I
PENDAHULUAN




Al-Qur’an adalah kitab suci ummat Islam yang diwahyukan Allah kepada Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril. Secara harfiah Qur’an berarti bacaan. Namun walau terdengar merujuk ke sebuah buku/kitab, ummat Islam merujuk Al-Qur’an sendiri lebih pada kata-kata atau kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya sebagai hasil cetakan.

Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an disampaikan kepada Muhammad melalui malaikat Jibril. Penurunannya sendiri terjadi secara bertahap antara tahun 610 hingga hingga wafatnya beliau 632 M. Walau Al-Qur’an lebih banyak ditransfer melalui hafalan, namun sebagai tambahan banyak pengikut Islam pada masa itu yang menuliskannya pada tulang, batu-batu dan dedaunan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an yang ada saat ini persis sama dengan yang disampaikan kepada Muhammad, kemudian disampaikan lagi kepada pengikutnya, yang kemudian menghapalkan dan menulis isi Al Qur’an tersebut. Secara umum para ulama menyepakati bahwa versi Al-Qur’an yang ada saat ini, pertama kali dikompilasi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah Islam ke-3) yang berkisar antara 650 hingga 656 M. Utsman bin Affan kemudian mengirimkan duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru kekuasaan Islam pada masa itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu dimusnahkan untuk keseragaman.

Al-Qur’an memiliki 114 surah , dan sejumlah 6.236 ayat (terdapat perbedaan tergantung cara menghitung). Hampir semua Muslim menghafal setidaknya beberapa bagian dari keseluruhan Al-Qur’an, mereka yang menghafal keseluruhan Al-Qur’an dikenal sebagai hafiz (jamak:huffaz). Pencapaian ini bukanlah sesuatu yang jarang, dipercayai bahwa saat ini terdapat jutaan penghapal Al-Qur’an diseluruh dunia. Di Indonesia ada lomba Musabaqah Tilawatil Qur’an yaitu lomba membaca Al-Qur’an dengan tartil atau baik dan benar. Yang membacakan disebut Qari (pria) atau Qariah (wanita).

Muslim juga percaya bahwa Al-Qur’an hanya berbahasa Arab. Hasil terjemahan dari Al-Qur’an ke berbagai bahasa tidak merupakan Al-Qur’an itu sendiri. Oleh karena itu terjemahan hanya memiliki kedudukan sebagai komentar terhadap Al-Qur’an ataupun hasil usaha mencari makna Al-Qur’an, tetapi bukan Al-Qur’an itu sendiri.
Hadits (bahasa Arab: الحديث, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur’an. Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif, maka kata tersebut adalah kata benda.

BAB II
PEMBAHASAN


Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya melalui perantara Malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan lafaz yang berbahasa Arab dan makna-maknanya yang benar untuk menjadi hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya, dan menjadi qurbah dimana mereka beribadah dengan membacanya.[1]
Al-Qur’an adalah yang himpunan antara tepian lembar mushhaf yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutupi dengan surat An-Nas yang diriwayatkan secara mutawatir, baik secara tulisan maupun lisan, dan dari generasi ke generasi dan tetap terpelihara dari perubahan dan penggantian apapun.
Diantara keistimewaan Al-Qur’an adalah bahwa lafazhnya dan maknanya berasal dari Allah, lafazh Al-Qur’an yang berbahasa Arab itulah yang diturunkan oleh Allah ke dalam hati Rasulullah, dari keistimewaan ini maka bercabanglah :
a)      Makna-makna yang diilhamkan Allah kepada Rasul-Nya namun lafaznya tidak dia turunkan kepadanya, tetapi rasul sendiri yang mengungkapkan dengan lafazhnya terhadap sesuatu yang diilhamkan kepadanya, tidaklah dianggap termasuk dari Al-Qur’an dan hukum-hukum Al-Qur’an tidak berlaku padanya.
b)      Menafsirkan sebuah surat atau ayat Al-Qur’an dengan lafazh arab yang merupakan sinonim bagi lafazh-lafazh Al-Qur’an dan menunjukkan terhadap pengertian yang ditunjuki oleh lafazh-lafazh Al-Qur’an tidaklah dianggap Al-Qur’an meskipun penafsiran itu sesuai dengan dalalah sesuatu yang ditafsiri karena sebenarnya Al-Qur’an merupakan lafazh-lafazh yang berbahasa Arab yang khusus diturunkan dari sisi Allah.
c)      Penerjemahan sebuah surat atau ayat ke dalam bahasa asing yang bukan bahasa Arab tidak dianggap sebagai Al-Qur’an.


As-Sunnah menurut istilah syara’ adalah sesuatu yang datang dari Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan ataupun ketetapan. Sedangkan mnurut ahli Ushul Fiqh mendefiniskan Assunnah secara terminologis ialah Segala sesuatu yang bersumber adri Nabi Muhammad SAW selain Al Qur’anul Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir yang dapat dijadikan sebagai dasar menetapkan hukum syara’.[2]
كُاُّ مَاصُدِرَغَنِ النَّبِيْ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَوْلٍ أَوْفِعْلٍ أَوْتَقْرِيْرٍمِمَّايَصْلَحُ أَن يَّكُوْنَ دَلِيْلًا لِحُكْمِ شَرْعِيْ
Hadis adalah semua yang bersumber dari Nabi, baik perkataan, perbuatan dan ketetapan yang dapat di jadikan dalil hukum syarak.
a)      Sunnah Qauliyah ialah : hadist-hadist Rasulullah SAW yang beliau katakan dalam berbagai tujuan konteks.
b)      Sunnah Fi’liyah ialah : perbuatan-perbuatan Rasulullah SAW sebagaimana tindakannya menunaikan shalat 5 waktu dengan cara-caranya dan rukun-rukunnya, perbuatannya melaksanakan manasik haji putusannya dengan berdasarkan seorang saksi dan sumpah dari pihak pendakwa.
c)      Sunnah Taqririyah ialah : sesuatu yang timbul dari sahabat Rasulullah SAW yang telah diakui oleh Rasulullah SAW, baik berupa ucapan maupun perbuatan, pengakuan tersebut adakalanya dengan sikap diam dan tidak adanya keingkaran beliau atau dengan adanya persetujuan dan adanya pernyataan penilaian terhadap perbuatan itu.[3]
Sunnah berfungsi sebagai penjelas terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam kedudukannya sebagai penjelas itu kadang-kadang sunnah itu menetapkan sendiri hukum diluar apa yang ditentukan Allah dalam Al-Qur’an. Kedudukannya sebagai dalil atau sumber bayani, yaitu sekedar menjelaskan hukum Al-Qur’an tidak ragu lagi, karena memang untuk itu Nabi ditugasi Allah. Dalam kedudukannya sebagai sumber yang berdiri sendiri sebagai sumber kedua dengan arti menetapkan sendiri hukum diluar yang tersebut dalam Al-Qur’an, dipertanyakan oleh ulama Ushul Fiqh. keraguan yang ada ini kemudian perlu ditambah oleh sunnah.
Fungsi sunnah yang utama adalah untuk menjelaskan Al-qur’an. Hal ini sesuai dengan penjelasan Allah dalam surat An-Nahl ayatt 64 . dengan demikian bila Al-qur’an disebut sebagai sumber yang asli bagi hukum Islam, maka sunnah berfungsi sebagai sumber bayani. Dari segi kekuatan periwayatan ini sunnah terbagi kepada tiga macam yakni sunnah mutawatir, sunnah masyur dan sunnah ahad.
Isi kandungan alquran secara garis besar adalah Aqidah, Ibadah, Akhlak, Hukum, Sejarah & Dorongan Untuk Berfikir.
Al-Quran adalah kitab suci agama islam untuk seluruh umat muslim di seluruh dunia dari awal diturunkan hingga waktu penghabisan spesies manusia di dunia baik di bumi maupun di luar angkasa akibat kiamat besar.
Di dalam surat-surat dan ayat-ayat alquran terkandung kandungan yang secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama beserta pengertian atau arti definisi dari masing-masing kandungan inti sarinya, yaitu sebagaimana berikut ini :
1.      Aqidah / Akidah[4]
Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak. Percaya kepada Allah SWT adalah salah satu butir rukun iman yang pertama. Orang yang tidak percaya terhadap rukun iman disebut sebagai orang-orang kafir.
2.      Ibadah
Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Dari pengertian “fuqaha” ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau dkerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah dasar dalam ajaran agama islam yakni seperti yang tercantum dalam lima butir rukum islam. Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang telah mampu menjalankannya.
3.      Akhlaq / Akhlak
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah. Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus mengikuti apa yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya.
4.      Hukum-Hukum
Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau perintah kepada orang yang beriman untuk mengadili dan memberikan penjatuhan hukuman hukum pada sesama manusia yang terbukti bersalah. Hukum dalam islam berdasarkan Alqur’an ada beberapa jenis atau macam seperti jinayat, mu’amalat, munakahat, faraidh dan jihad.
5.      Peringatan / Tadzkir
Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau waa’id. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga jannah atau waa’ad. Di samping itu ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib dan kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.
6.      Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah
Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran yang baik-baik dari sejarah masa lalu atau dengan istilah lain ikibar.
7.      Dorongan Untuk Berpikir
Di dalam al-qur’an banyak ayat-ayat yang mengulas suatu bahasan yang memerlukan pemikiran menusia untuk mendapatkan manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam semesta.
Kata As-sunnah (اَلسُّنَّةٌ) adalah bentuk mashdar (kata dasar) dari kata kerja (fi’il) سَنَّ – يَسُنُّ yang secara bahasa bermakna jalan atau cara, yang baik maupun yang buruk. Adapun secara istilah syar’i yaitu jalan atau cara yang telah ditempuh oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, mencakup yang wajib maupun yang mustahab. Mencakup pula urusan akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah. Al-Imam Ibnu ‘Allan rahimahullaahu berkata dalam kitab beliau Dalilul Falihin (2/418), ketika menjelaskan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (فعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ) hadits al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallaahu ‘anhu, “Yakni caraku (cara Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ed.) dan jalan hidupku yang lurus yang aku berada di atasnya dari segala apa yang telah aku rinci kepada kalian. Baik hukum-hukum yang berkaitan dengan akidah maupun amaliah yang wajib, mustahab dan selainnya.”[5]
Dengan demikian, kata As-Sunnah jika disebutkan secara mutlak dengan konteks pujian maka yang dimaksud adalah makna secara syar’i yang umum mencakup hukum-hukum yang terkait dengan akidah dan amaliah baik yang wajib, mustahab, maupun mubah. Demikian pula jika disebutkan dalam sabda Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam, perkataan para sahabat radhiyallahu ‘anhum atau tabi’in. (Lihat Dharuratul Ihtimam hal. 20). Dan bukanlah makna As-Sunnah dengan konteks di atas bermakna lawan dari wajib (apabila dikerjakan mendapat pahala, dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa) sebagaimana pengertian As-Sunnah menurut ahli fiqih.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaahu dalam Fathul Bari (10/341), “Telah tetap bahwa lafazh As-Sunnah yang ada di dalam hadits bukan bermakna lawan dari wajib.” Beliau juga berkata ketika menjelaskan hadits:
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فلَيْسَ مِنِّيْ
“Barang siapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan dari golonganku.” (Muttafaq ‘alaihi)
“Yang dimaksud dengan lafazh Sunnah di sini adalah jalan atau cara, bukan lawan dari wajib.”
Oleh karena itu, wajib bagi kaum muslimin memahami ini dengan benar, karena di sana ada sebagian orang yang memaknakan kata As-Sunnah secara mutlak, yaitu lawan dari wajib. Jika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggal tidak berdosa. Sehingga mereka bermudah-mudahan meninggalkan As-Sunnah yang mustahab dan bahkan yang wajib. Allahul musta’an.
Setelah kita mengetahui definisi As-Sunnah yang benar, maka perlu kita ketahui bagaimana kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Qur`an.
Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah menjelaskan dalam banyak ayat-Nya yang mulia, demikian pula Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah menjelaskan tentang kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Qur`an. Di antaranya:
a.       Sebagai fungsi untuk menetapkan dan menguatkan Al Qur’an. Sehingga akan didapati hukum yang memiliki dua sumber sekaligus, yaitu dalil yang terdapat dalam Al Qur’an dan dalil penguat yang terdapat dalam hadits nabi saw.
b.      Memberikan perincian atau menjelaskan penafsiran ayat-ayat Al Qur’an yang bersifat mujmal (umum), atau memberikan taqyid (syarat) terhadap hal-hal yang muthlaq dalam Al Qur’an, atau memberikan takhshih (pengkhususan) terhadap ayat Al Qur’an yang ‘am (umum).
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (An Nahl: 44)
Maka akan didapati penjelasan tentang tata cara shalat, membayar zakat, ibadah hajji, dan sebagainya dalam hadits-hadits Nabi saw.
c.       Menetapkan hukum yang tidak didapati dalam Al Qur’an.
Dalam al hadits telah termaktub ajaran yang bersifat:
·         Universal (syumuliyah), yaitu mencakup seluruh lapangan kehidupan manusia beserta dimensinya: ruh/hati, akal dan jasadnya serta dalam dimensi waktu: dahulu, kini ataupun mendatang, juga petunjuk hubungan vertikal (Allah swt) dan horisontal yaitu alam seisinya.[6]
·         Berimbang antara kebutuhan ruh dan tubuh, antara akal dan hati, antara dunia dan akhirat, antara teori dan praktik, antara yang nyata dan ghaib, antara kebebasan dan tanggung jawab, antara individu dan masyarakat, antara mengikuti dan berkreasi.
·         Mudah, sebagaimana hadits: “Sesungguhnya Allah tidaklah mengutusku untuk menyulitkan dan mencari-cari kesulitan, tetapi Dia mengutusku untuk mengajar dan memudahkan” (HR Muslim)
            As Sunnah adalah referensi kedua setelah Al Qur’an, ia juga merupakan sumber petunjuk kedua yang tetap akan terpelihara. Petunjuk itu akan terus mengalir ke dalam lapangan syari’ah, hukum dan fiqh, da’wah, pendidikan dan melandasi seluruh sektor kehidupan manusia. Mempelajari ilmu-ilmu hadits merupakan bagian tak terpisahkan dengan integralitas ajaran Islam. Imam Syafi’i berkata: “Demi umurku, soal ilmu hadits ini termasuk tiang agama yang paling kokoh dan keyakinan yang paling teguh. Tidak digemari untuk menyiarkannya selain orang-orang yang jujur lagi taqwa”.

BAB III
PENUTUP

Dalil secara etimologis dengan “sesuatu yang dapat memberi petunjuk kepada apa yang dikehendaki”. Secara terminologis dalil hukum ialah segala sesuatu yang dapat dijadikan alasan atau pijakan yang dapat dipergunakan dalam usaha menemukan dan meneapkan hukum syara atas dasar pertimbangan yang benar dan tepat. Akan tetapi, dalam perkembangan perkembangan pemikiran ushul fikih yang terlihat dalam kitab-kitab ushul fikih kontemporer, istilah sumber hukum dan dalil hukum tidak dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apa yang disebut denagan dalil hukum adalah mencakup dalil-dalil lain yang dipergunakan dalam istinbat hukum selain Al-Qur’an dan As-Sunnah
Al-Qur’an merupakan sumber utama dalam pembinaan hukum Islam. Al-Qur’an yang berasal dari kata qara’a yang dapat diartikan dengan membaca, namun yang dimaksud dengan Al-Qur’an dalam uraian ini ialah,”kalamullah yang diturunkan berperantakan ruhul amin kepada Nabi Muhammad saw dalam bahasa arab, agar menjadi hujjah bagi Rasul bahwa ia adalah utusan Allah dan agar menjadi pelajaran bagi orang yang mengikuti petunjuknya. Menjadi ibadah bagi siapa yang membacanya, ia ditulis di atas lembaran mushaf, dimulai dengan surah Al Fatihah dan di akhiri dengan surah An Naas. Yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik melalui tulisan atau bacaan dari satu generai ke generasi berikutnya. Dan terpelihara dari perubahan dan pergantian.
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.

B.     Saran

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan krtik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, sulaiman. 1995. Sumber Hukum Islam. Jambi : Sinar Grafika.
Abdurachman, Asmuni. 1985. Filsafat Hukum Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.
Karim, Syafi’i. 2001. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung : Pustaka setia.
Qattan, Manna’. 1973 . Mabahits Fi Ulumil Qur’an. Riyadh : Mansyuratul ‘Asril Hadits.


[1] Sulaiman Abdullah. 1995. Sumber Hukum Islam
[2]  Sulaiman Abdullah. 1995. Sumber Hukum Islam
[3] Asmuni Abdurachman. 1985. Filsafat Hukum Islam
[4] Syafi’i Karim. 2001. Fiqih Ushul Fiqih.
[5] Dharuratul Ihtimam bis Sunan an-Nabawiyah hal. 20
[6] Manna’ Qattan. 1973 . Mabahits Fi Ulumil Qur’an Riyadh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

makalah hadis tentang tanggung jawab kepemimpinan

Dalil boleh membatalkan sumpah jabatan, untuk mengerjakan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi umat: Diriwayatkan oleh Muslim, 1650, dari A...